Uji Kelayakan Anggota KY Dihiasi Pertanyaan Asli Ijazah

Rapat seleksi tujuh calon anggota Komisi Yudisial (KY) yang berlangsung di Komisi III DPR menjadi sorotan publik saat munculnya pertanyaan mengenai keaslian ijazah. Pertanyaan ini mencuat akibat dari kasus sebelumnya yang melibatkan hakim Mahkamah Konstitusi, Arsul Sani, yang dituduh memiliki ijazah palsu.

Diskusi tersebut diadakan pada Senin, 17 November, dan menjadi semakin hangat ketika Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, mengungkapkan kebutuhannya untuk memastikan keabsahan dokumen para calon anggota KY. Ia menyatakan hal itu karena takut mendapatkan tanggung jawab atas kesalahan di masa lalu.

Meskipun situasi ini tampak memanas, Habib berusaha menekankan pentingnya memverifikasi ijazah tanpa mengandalkan kemampuan forensik yang minim. Ia mengusulkan agar langkah awal dalam verifikasi adalah memastikan keterkaitan dengan universitas yang mengeluarkan ijazah tersebut.

Menilai Keaslian Ijazah Dalam Konteks Hukum

Keaslian ijazah di tengah dunia hukum menjadi masalah serius, khususnya menjelang pelantikan calon anggota penting seperti KY. Dalam diskusi tersebut, Habib menjelaskan, “Kami tidak memiliki kemampuan forensik untuk menentukan keaslian aras dijazah, sehingga mengetahui universitas penerbitnya adalah langkah awal yang perlu dilakukan.” Pendekatan ini diharapkan dapat mencegah masalah serupa terjadi di masa mendatang.

Selain itu, Habib juga menekankan bahwa mengetahui struktur dan reputasi universitas yang mengeluarkan ijazah adalah langkah penting. Hal ini bertujuan untuk mencegah void kerja sama antara lembaga-lembaga hukum dan pendidikan.

Namun, Ketua Panitia Seleksi KY Dhahana Putra menjamin bahwa dokumen ijazah yang disyaratkan sudah melalui proses legalisasi dan verifikasi yang ketat. “Kami meminta masing-masing calon untuk melampirkan salinan ijazah yang telah dilegalisir,” ujarnya menegaskan.

Tantangan dalam Verifikasi Ijazah Calon Anggota KY

Dalam rapat tersebut, Habib juga mengajukan beberapa pertanyaan kritis mengenai mekanisme penjaminan keaslian ijazah. “Apakah Pansel memiliki prosedur untuk memastikan bahwa universitas yang mengeluarkan ijazah tersebut terdaftar?” ungkapnya, menunjukkan keraguannya tentang proses yang ada.

Meskipun Dhahana menjelaskan bahwa penilaian awal sudah dilakukan dengan memeriksa keaslian dokumen, Habib mengingatkan bahwa DPR berhak untuk melakukan pemeriksaan tambahan melalui Kementerian Pendidikan Tinggi. “Semua data lulusan ada di database Dikti, hal ini bisa kita manfaatkan,” tambahnya.

Keberlanjutan pemeriksaan terhadap keaslian ijazah menjadi penting agar tidak terjadi konflik di masa mendatang, terutama dalam tindakan hukum yang memerlukan kredibilitas penuh dari anggota KY. Hal ini bisa dilihat sebagai langkah preventif untuk menjaga integritas lembaga penting tersebut.

Perkembangan Kasus Arsul Sani dan Pemberitaan Media

Sementara itu, kasus ijazah palsu yang menjerat Arsul Sani menjadi perhatian masyarakat luas. Tudingan tersebut tidak hanya mencelakakan nama baik Arsul, tetapi juga menimbulkan keraguan terhadap sistem seleksi hakim. Arsul sendiri telah membantah klaim tersebut dan bahkan menunjukkan bukti saat jumpa pers.

Ia menjelaskan mengenai proses wisuda dan menunjukkan ijazah beserta salinan yang telah disahkan. Di dalam jumpa persnya, ia menegaskan bahwa seluruh proses pendidikan pascasarjana yang dijalaninya berlangsung di Warsaw Management University, Polandia.

Keberaniannya untuk melakukan klarifikasi di hadapan publik memberikan sedikit kelegaan bagi banyak pihak, namun tetap saja pertanyaan mengenai validitas dokumen pendidikan ini tidak bisa diabaikan sepenuhnya dalam proses seleksi calon anggota KY.

Related posts